Pakar Terorisme Australia, “JI Jihadist not Terrorist”

Seorang pakar terkemuka tentang Indonesia dan terorisme mempertanyakan status teroris Jamaah Islamiyah (JI) – organisasi yang dituduh mendalangi pengeboman di Bali tahun 2002. Pemboman tersebut telah menewaskan lebih dari 200 orang, 88 diantaranya warga Australia.
Associate Professor (Guru Besar Tamu) Greg Fealy dari ANU College Asia and Pacific mengatakan bahwa pemerintah Australia perlu memikirkan kembali larangan resminya atas organisasi ini (JI).
”Sesungguhnya yang ingin saya lakukan adalah menawarkan debat atau memulai diskusi tentang apa status JI yang sesungguhnya sebagai organisasi. Tidak diragukan lagi, ada sejumlah grup di tubuh JI yang terlibat operasi teroris dan terus ada orang JI yang tertarik pada grup teroris dan operasi teroris baru. Jadi tidak ada yang memperdebatkan sebagian dari JI adalah teroris.” katanya.
”Namun, saya pikir pertanyaan yang lebih besar adalah apakah bisa dibenarkan dan bijak untuk mengklasifikasi organisasi tersebut secara keseluruhan sebagai teroris. Tidak diragukan lagi bahwa JI adalah organisasi Jihadi dan tujuan resminya, sebagaimana yang telah tertera dalam Qanun Asasi nya (PUPJI edt) tahun 1995, adalah untuk membentuk sistem Islami yang di dalamnya hukum Islam dapat diimplementasikan secara komprehensif, dan untuk membangun negara  Islam transnasional (Khilafah Islamiyah, edt).
Dengan demikian harus ditarik perbedaan antara organisasi Jihadis dan organisasi teroris. JI tidak perlu diperdebatkan lagi adalah organisasi Jihadis tapi tidak selalu berarti organisasi teroris. Hanya bagian-bagian tertentu saja dari JI yang terseret ke terorisme. Lagipula, JI sedang berantakan sekarang sebagai sebuah organisasi dan memiliki kemampuan sedikit saja untuk melakukan berbagai operasi, bahkan ketika organisasi ini ingin melakukannya. Dengan demikian, saya fikir larangan itu  tidak lagi punya banyak  arti.”
Associate Professor Fealy menambahkan bahwa mungkin hanya sedikit saja dari anggota dewan pimpinan pusat JI, termasuk mantan Amir JI Abu Bakar Baasyir, yang mengetahui dan menyetujui gelombang serangan teroris organisasi ini yang terjadi antara tahun 2000 dan 2002, termasuk peristiwa bom Bali.
”Menurutku - dan ini hanyalah masalah perdebatan di kalangan orang-orang yang mempelajari JI - sangat mungkin mayoritas kepemimpinan JI tidak mengetahui tentang operasi teroris dan dewan pimpinan JI tidak menyetujuinya.”
”Tapi ini bukan kasus yang bersifat buka tutupCukup sering orang-orang JI yang tidak mengetahui serangan-serangan itu dan tidak sepakat dengan mereka, tetap masih memberikan perlindungan terhadap buronan yang terlibat dalam serangan tersebut. Ada rasa persaudaraan yang kuat, sehingga ada argumen bahwa jaringan JI yang lebih luas itu merupakan bagian dari masalah tersebut. Namun sekali lagi, ini hanyalah sesuatu yang semestinya kita diskusikan secara terbuka dan saya ragu bahwa diskusi tersebut telah diadakan dalam waktu dekat di kalangan pejabat yang bertanggung jawab untuk pelarangan tersebut. Memang jauh lebih mudah untuk tetap mempertahankan larangan itu.
Menurut Profesor Fealy larangan pemerintah Australia atas JI bisa menjadi kontraproduktif dalam perang melawan terorisme dan melanggar prinsip hukum.
”Menurut saya, pertama-tama kita perlu bertanya apakah larangan ini efektif sebagai langkah kontra terorisme, apakah ini lebih efektif daripada – misalnya - menuntut orang-orang yang bisa kita buktikan terlibat dalam terorisme. Hal kedua adalah prinsip hukum, apakah orang-orang akan ditangkap berdasarkan tuntutan dan pengawasan negara saat mereka tidak patut menerimanya.
”Masalah terkait larangan terhadap sebuah organisasi sebagai organisasi teroris adalah bahwa semua orang yang terkait  dengan suatu organisasi, menurut hukum, punya tanggungjawab individual atas tindakan organisasi itu dan saya pikir secara prinsip hal itu  bisa dipertanyakan. Secara praktis, larangan itu memiliki berbagai konsekuensi yang tidak menguntungkan. Ini bisa berarti bahwa orang-orang JI yang menentang kekerasan pada akhirnya juga memiliki pertanggung jawaban yang sama seperti seseorang yang secara aktif terlibat dalam pengeboman teroris.
”JI hampir saja hancur sebagai sebuah organisasi karena terrorismeTindakan keras negara telah sedemikian mengguncangnya sehingga sebagian besar dari JI tidak berfungsi saat ini. JI tidak mati, tidak sekarat, ia masih berfungsi pada suatu fraksi yang levelnya seperti ketika JI 10 tahun lalu dan semua itu akibat dari peristiwa bom bali dan pengeboman setelahnya dan penangkapan para polisi dan lain sebagainya.
”Saya secara pribadi berpendapat bahwa semestinya ini adalah persoalan kasus per kasus atau kelompok per kelompok, bukan memberlakukan larangan yang bersifat pukul rata. Menarik untuk dijelaskan bahwa pemerintah Indonesia  tidak pernah melarang JI dan mereka memiliki rekor terbaik di dunia dalam penuntutan kontra terorisme. Hanya dengan menggunakan hukum normal dan metode-metode kepolisian telah lebih dari cukup bagi mereka untuk mendapatkan kesuksesan signifikan melawan organisasi-organisasi teroris.
Jadi, akhirnya anda bisa menanyakan apakah semua tindakan ini perlu, dan apa hasil yang telah anda raih? Karena, ini jelas beresiko. Terdapat resiko bahwa orang-orang akan dituntut untuk hal-hal yang tidak pernah mereka lakukan, dan anda juga berresiko meradikalkan orang-orang yang tidak suka kekerasan  atau membatasi efektifitas mereka.”
Associate ProfessorFealy adalah seorang anggota senior yang memiliki kontrak kerja bersama di School of Culture, History and Language dan The School of International, Political and Strategic Studies di ANU College of Asia and Pacific. Subyek penelitian-penelitiannya meliputi Politik Indonesia, Sejarah Politik Islam Modern, Demokratisasi dan Islamismeserta Ideologi dan Strategi Jihadis.
Infomasi lebih lanjut :
James Giggacher, Asia Pacific Editor, ANU College of Asia dan the Pacific
T +612 6125 1165 / M +478 876 168 / Email : james.giggacher@anu.edu.au
04 Juli 2012
Tag : Hot News
0 Komentar untuk "Pakar Terorisme Australia, “JI Jihadist not Terrorist”"

Postingan Populer

Back To Top